Thursday 15 December 2011

Realitas Demokrasi

nih mau ngeshare tugas citizenship aku..

Topik : Demokrasi dari Civil Society

by: Fadhillah Rojabhy

Indonesia adalah salah satu Negara di dunia yang menerapkan sistem politik demokrasi. Itu tercantum pada pembukaan UUD 1945 alinea keempat menjelaskan bahwa Indonesia terbentuk sebagai Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar pada Pancasila. Menurut ( Yasni : 2011 ) menjelaskan bahwa kata “ demokrasi ” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan cratos yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai keadaan negara yang dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Penerapan demokrasi di Indonesia salah satunya adalah adanya Pemilihan Umum ( Pemilu ). Salah satu pemilu yang penting dalam katatanegaraan Indonesia adalah pemilu untuk memilih wakil rakyat ( Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD ) dan Pemilu Presiden dan wakil Presiden. Rakyat dapat mencalonkan diri untuk menjadi peserta pemilu sesuai dengan ketentuan yang ada dan yang memilihpun rakyat juga. Jadi setelah terpilih, para wakil rakyat tersebut hakikatnya adalah bekerja untuk rakyat secara menyeluruh. Itulah yang dinamakan dengan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Dalam pelaksanaannya selalu saja ditemukan banyak sekali penyelewengan – penyelewengan yang dilakukan oleh para calon kandidat Pemilihan Umum. Salah satunya adalah pelanggaran Undang-Undang No.10/2008 tentang Pemilu ditandai oleh praktik pembelian suara yang dilakukan oleh para kandidat baik dari calon legislatif maupun calon eksekutif. Menurut (Aditjondro:2010) menjelaskan bahwa praktik ini dilarang oleh UU No.10/2008 pasal 84 yang melarang semua pelaksana, peserta, dan petugas kampanye memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye. Sedangkan pasal 87 menjelaskan bahwa ada larangan pelaksana kampanye memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung atau tidak langsung agar memilih Partai Politik, anggota DPR,DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, atau anggota DPD tertentu Sanksinya adalah penjara selama enam sampai dua tahun serta denda antara 6.000.000 dan Rp 24.000.000, menurut Pasal 270 dan 274.

Kasus pembelian suara dengan politik uang seperti ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan pilkada. Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah. (Aditjondro, 2010:69-70) “Ambillah contoh pembelian suara yang dilakukan oleh putra bungsu SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono, di kampung halaman ayahnya di Pacitan, Jawa Timur, April 2009. Menurut laporan dua orang saksi, tim kampanye EBY membagi-bagi amplop berisi uang Rp 10 ribu disertai foto EBY ke calon-calon pemilih di Desa Clembem,

Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo, 3 April 2009. Namun setelah kasus ini terungkap di berbagai media lokal dan media online, bukan Bawaslu dan Panwaslu yang bergerak, melainkan Polri. Sedangkan para pimpinan media yang bersangkutan mendapatkan teguran keras dari juru bicara kepresidenan, Dino Pati Djalal. Kedua saksi, M. Naziri dan Bambang Krisminarso, serta pimpinan situs JakartaGlobe.com dan Okezone.com, dan wartawan Harian Bangsa diperiksa oleh polisi, dengan tuduhan pencemaran nama baik EBY juncto pelanggaran pasal 45 ayat 1 UU No. 11/2008 tentang Teknologi Informasi juncto pasal 55 KUHP. Akhirnya, Kapolda Jatim Irjen (Pol) Anton Bachrul Alam membantah bahwa EBY telah melakukan money politics, malah sebaliknya menuduh para saksi dan pekerja media melakukan pencemaran nama baik putra presiden, yang juga berarti, penistaan terhadap presiden (Antara News, 8 April 2009). Walaupun semua tertuduh akhirnya dibebaskan, EBY pun dibebaskan dari tuduhan pelanggaran Pasal 84 UU No. 10/2008, dan berhasil mengalahkan para caleg lain, termasuk Ramadhan Pohan, pesaingnya yang separtai. EBY sukses mendapatkan tiket ke Senayan. Padahal, seperti kesaksian salah seorang pimpinan media yang diperkarakan, pembagian amplop berisi uang dan foto EBY itu betul-betul terjadi.” Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon kepala daerah harus mempunyai uang yang banyak untuk membiayai biaya kampanye dan lain-lainnya.

Bagaimana sistem demokrasi di Indonesia bisa berjalan dengan baik sedangkan praktik pemilu yang merupakan salah satu penerapan demokrasi tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum? Bagaimana Indonesia bisa maju sedangkan pemimpinnya adalah orang yang mempunyai mental korup karena dari awal saja sudah menggunakan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum? Bagaimana Indonesia bisa maju sedangkan pemimpin atau wakil rakyatnya sudah mengeluarkan dana yang banyak pada saat pemilu? Tindakan awal yang dilakukan sudah pasti adalah mencari cara bagaimana supaya uangnya dapat segera kembali atau “balik modal”. Ini sangat berbahaya sekali.

Bangsa yang belajar adalah bangsa yang setiap waktu berbenah diri. Marilah kita bersama – sama berusaha membenahi sistem yang dianut Indonesia, Pancasila, yang berlandasan untuk mengedepankan kepentingan rakyat atau yang lebih dikenal dengan demokrasi. Walaupun dalam pelaksanaan Pemilihan Umum ini masih ditemui berbagai macam permasalahan tetapi sebagai bangsa yang belajar, ini semua dapat digunakan untuk pembelajaran politik masyarakat. Sehingga masyarakat dapat sadar dengan pentingnya berdemokrasi, menghargai pendapat, kebersamaan dalam menghadapai sesuatu. Manusia yang baik tidak akan melakukan kesalahan yang pernah dilakukan. Semoga untuk pemilihan umum yang berikutnya permasalah yang timbul dapat diminimalkan. Sehingga pemilihan umum dapar berjalan dengan lancar.

Penyelesaian masalah seperti tidak hanya bisa dibebankan pada pemerintah tetapi juga balik lagi kepada masyarakatnya sendiri. Seluruh pihak yang ada baik dari daerah sampai pusat, bersama sama menjaga ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pilkada ini. Tokoh tokoh masyarakat yang merupakan panutan dapat menjadi souri tauladan bagi masyarakatnya. Dengan ini maka dapat menghindari munculnya konflik.

Semua warga saling menghargai pendapat. Dalam berdemokrasi wajar jika muncul perbedaan pendapat. Hal ini diharapkan tidak menimbulkan konflik. Dengan kesadaran menghargai pendapat orang lain, maka pelaksanaan pilkada dapat berjalan dengan lancar.

Sosialisasi kepada warga ditingkatkan. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat. Sehingga menghindari kemungkinan fitnah terhadap calon yang lain.

Memilih dengan hati nurani. Dalam memilih calon kita harus memilih dengan hati nurani sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Sehingga prinsip prinsip dari pemilu dapat terlaksana dengan baik.

Referensi:

Yasni, Sedanarwati. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan. Bogor: BSM

Aditjondro, George Junus. 2010. Membongkar Gurita Cikeas di Balik Skandal Bank Century. Yogyakarta: Penerbit Galangpress

0 comments:

Post a Comment